Minggu, 26 Februari 2017

Teknik Peyusunan Kontrak ( Pengantar Hukum Bisnis )

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

A.PENDAHULUAN
KUH Perdata tidak menyebutkan secara eksplisit kapan suatu kontrak mulai berlaku dan bagaimana tahap-tahap terjadinya kontrak. Pasal 1320 KUH Perdata hanya menyatakan kontrak eksis berdasarkan consensus para pihak dan tidak memberi penjelasan rinci kapan suatu kontrak mulai eksis setelah melalui tahapan-tahapan pembentukannya lahirnya suatu kontrak menimbulkan hubungan hukum perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan akibat hukum suatu kontrak.
Untuk menyusun suatu kontrak yang baik dan fungsional, diperlukan persiapan atau perencanaan yang sungguh-sungguh, matang, dan melalui diskusi atau pembicaraan awal yang tidak mengikat. Para pihak yang terlibat dalam kontrak harus menyiapkan waktu khusus yang dianggap cukup untuk membicarakan maksud dan tujuan pengadaan kontrak dengan bahasa / terminology yang dipahami para pihak. Tahapan penyusunan kontrak biasanya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pra-penyusunan kontrak, tahap penyusunan kontrak, dan tahap pasca penandatanganan kontrak.

B. TAHAPAN PRA-PENYUSUNAN KONTRAK
Sebelum suatu kontrak disusun, para pihak perlu memperhatikan hal-hal menyangkut catatan awal. Resume pembicaraan awal, dan pokok-pokok yang telah dijadikan dan terdapat titik temu dalam negosiasi (perundingan) pembuatan kontrak awal. Mengingat pra-penyusunan kontrak merupakan landasan kontrak final maka setiap kesepakatan ada baiknya dituangkan dalam nota kesepahaman atau lazim disebut Memorandum of Understanding (MoU).
Tahapan-tahapan pra-penyusunan kontrak sebagai berikut.
a. Negosiasi
Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang demi mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan atau tafsir terhadap suatu hal yang berkaitan dengan kerangka kontrak. Biasanya, saat negosiasi inilah masing-masing pihak melemparkan penawarannya terhadap yang lain hingga tercapai kesepakatan. Dalam praktik, proses negosiasi ini ada kalanya singkat dan langsung masuk pada intisari yang diperjuangkan (contoh, kontrak sewa motor di antara teman sekantor), tetapi ada kalanya sulit, baik karena belum bertemu keinginan soal harga, soal kondisi objek kontrak, soal pembayaran, dan soal risiko barang atau asuransi. Demi suksesnya proses negosiasi maka para pihak perlu memiliki persiapan yang matang menyangkut hal-hal berikut : (1)Menguasai konsep atau rancangan kontrak bisnis atau untuk subjek yang akan diperjanjikan; (2). Menguasai peraturan perundang-undangan yang melingkupi apa yang diperjanjikan; (3). Mengidentifikasi poin-poin yang berpotensi menjadi masalah; (4). Percaya diri dan tidak mudah menyerah.
b. Pembuatan Nota Kesepakatan (MoU)
Sebelum menyusun nota kesepakatan, para pihak perlu melakukan identifikasi diri apakah sudah memenuhi ketentuan perundangundangan, seperti cakap hukum, tentang objek, dan tempat domisili yang jelas dari masing-masing pihak. Biasanya, masalah ini tidak ditelusuri secara teliti, terutama diantara mereka yang awalnya saling mengenal. Layaknya jargon perusahaan yang telah kita kenal, “teliti barang sebelum membeli”, hal ini juga berlaku dalam proses negosiasi, yaitu posisi hukum dari objek yang akan diperjanjikan.
Posisi hukum dari objek kontrak harus jelas identitasnya, tempat berada, kondisi fisik, dan kedudukan hukumnya (misalnya apakah barang tersebut terikat gadai atau tidak). Setelah negosiasi selesai dilakukan, tahapan pra-kontrak membuat Nota Kesepakatan (MoU) yang merupakan pencatatan atau penyusunan pokok-pokok persetujuan hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Walaupun belum merupakan suatu kontrak, nota kesepakatan (MoU) mempunyai peran sebagai pegangan untuk melakukan negosiasi lanjutan atau sebagai dasar pembuatan kontrak. Perlu diperhatikan bahwa yang terpenting dalam pembuatan nota kesepakatan adalah mencantumkan poin-poin penting atau “kata kunci” dalam pembicaraan negosiasi yang sedang dilakukan. Penulis nota kesepakatan (MoU) sebaiknya ikut terlibat dalam negosiasi atau mendapat dokumen tertulis atau rincian yang lengkap dari hasil negosiasi. Memang diakui bahwa nota kesepakatan (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional Indonesia, tetapi sering dilakukan, terutama pada kontrak proyek-proyek besar dan mahal.
Dari segi hukum, nota kesepakatan (MoU) dianggap sebagai kontrak yang setengah jadi atau simple, tidak disusun secara formal, dan dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan atau merupakan kontrak pendahuluan yang kurang jelas sanksi hukumnya.



C. TAHAPAN PENYUSUNAN KONTRAK
Salah satu tahapan yang merupakan dalam pembuatan suatu kontrak adalah tahap penyusunan kontak. Dalam tahap ini, disusunlah kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi dan yang dituangkan dalam nota kesepakatan (MoU) serta perundingan lanjutan hingga dicapai kesepakatan untuk bergerak ke arah pembuatan bentuk format dari kesepakatan itu menjadi suatu kontrak. Menyusun suatu kontrak merupakan ketelitian dan kejelian dari para pihak maupun para notaries atau pejabat lainnya. Karena apabila keliru merumuskan nama dan data pokok, kontrak itu mungkin menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya di kemudian hari. Pada umumnya, dikenal lima fase dalam penyusunan kontrak di Indonesia sebagai berikut.
a. Membuat struktur anatomi kontrak, meliputi:
1. Judul & Pembukaan  kontrak
Dalam kontrak, harus diperhatikan kecocokan isi dengan judul kontrak serta acuan hukum yang mengikatnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. Judul seharusnya harus menggambarkan substansi kontrak, (Ridwan Khairandy.) Misalnya ; Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli Kapal.
Pembukaan biasanya berisi tanggal pembuatan kontrak. (Ridwan Khairandy),  Contoh :
1.                  Pada hari ini….tanggal…dibuat dan ditanda tangani Perjanjian Kerjasama (selanjutnya disebut “Perjanjian”) oleh dan antara :
2.                  Perjanjian…ini dibuat dan ditandatangani pada hari ini…tanggal….di .. oleh dan antara:
3.                  Pada hari ini dibuat perjanjian antara …
4.                  Yang bertanda tangan di bawah ini

2. Komparisi / Para Pihak dalam kontrak
Pengertian Komparisi secara umum :
1.                  tindakan menghadap dalam hukum, yang berisi uraian mengenai identitas subyek (Nukman Muhammad, bahan kuliah)
2.                  Prinsipnya, memuat identifikasi para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu kontrak (Ridwan Khairandy, Bahan Ajar, Makalah Pelatihan Contract Drafting, Kontrak Bisnis)


Yang terkandung di dalam komparisi adalah: Identitas, Kedudukan dan; Berdasarkan apa kedudukan tersebut :
1.                  Apabila salah satu pihak/keduanya adalah Direktur suatu PT, maka perlu di tanyakan/diminta Risalah RUPSLB yang terakhir yang mencantumkan nama Direktur tersebut sebagai anggota Dewan Direksi.;
2.                  Hal ini diperlukan, supaya jangan sampai terkecoh bahwa ternyata yang bersangkutan sudah bukan Direktur lagi
CONTOH KOMPARISI ( bertindak untuk dirinya sendiri ) (di bawah tangan)
Ali, 50 tahun, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jl. Tukangan No. 5 Yogyakarta, dalam hal ini, bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA
Gustono, 45 tahun, swasta, beralamat di jalan Suronatan 35 Yogyakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
CONTOH KOMPARISI ( bertindak mewakili ) (di bawah tangan)
Abel, 40 tahun, Pengusaha, bertempat tinggal di Jl. Monjali 100 Yogyakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Akhmad, 45 tahun, swasta, bertempat tinggal di Jl. Kadipaten 34 Yogyakarta, berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 10 Agustus 2013, selanjutnya disebut PIHAK PEMBELI;
Ronita, 35 tahun, wiraswasta, beralamat di jl. Sorowajan 57 Yogyakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Sonni, 29 tahun, PNS, beralamat di jl. Monjali 25 Sleman, berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 12 Agustus 2013, selanjutnya disebut Pihak Penjual
CONTOH KOMPARISI (bertindak mewakili koperasi ) (di bawah tangan)
Denny Candra, 30 tahun, ketua pengurus koperasi, yang beralamat di Jl. Adisucipto No.15 Yogyakarta, menurut keterangannya, dalam hal ini bertindak mewakili koperasi “BAHAGIA” berkedudukan di Jalan di Jl. Urip Sumoharjo No. 13 Yogyakarta yang akta pendiriannya dibuat dihadapan Rahmini, SH Notaris di Yogyakarta tanggal 23 April 2001 Nomor 05 dan untuk tindakan hukum ini telah mendapat persetujuan dari para para anggota koperasi sebagaimana ternyata dalam risalah rapat tanggal 15 Juli 2013 Nomor 16 Dibuat dihadapan M. Sadad, SH Notaris di Yogyakarta guna memenuhi ketentuan Pasal 9 dari Akta Pendirian Koperasi, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA;  Doni, .........................., selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
CONTOH KOMPARISI ( bertindak mewakili Badan hukum 1 )
Tommy Setiawan, direktur utama, bertempat tinggal di Yogyakarta Jl. Timoho No. 1 Yogyakarta dlm hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut dan sah mewakili direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama PT Suzuki Indo Jaya berkedudukan di Yogyakarta yang Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 20 Oktober 2000 nomor 25 Tambahan nomor 45 dan untuk tindakan hukum ini telah mendapat persetujuan dari para pemegang saham perseroan sebagaimana ternyata dalam risalah rapat tanggal 18 Agustus 2013 Nomor 10 Dibuat dihadapan Siti Nurhayati, SH Notaris di Yogyakarta Guna memenuhi ketentuan Pasal 10 dari Anggaran Dasar perseroan.selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA;
Candra Birawa,………….., selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

3. Premisse dan/ atau recital
Praemisse atau praemitto (bahasa latin) merupakan sebagai pendahuluan atau ditafsirkan sebagai keterangan atau pernyataan awal dari sebuah kontrak , alasan atau latar belakang kontrak dibuat. Kedudukan premis pada kontrak bersifat fakultatif, artinya premis dalam setiap kontrak tidak selalu ada, Contoh:
Mengingat Pihak Pertama adalah pemilik bangunan seluas lima ratus meter persegi, dan tanah yang terletak di jalan Flora Nomor 101 Jogjakarta seluas seribu meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Milik No: …
Mengingat Pihak Kedua adalah sebuah perusahaan distribusi suku cadang kendaraan berat di Indonesia akan membuka kantor perwakilan di Yogjakarta.
(Ridwan Khairandy)
  




4. Isi kontrak
Bagian yang merupakan inti kontrak, yang membuat apa yang dikehendaki, hak, dan kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa. Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan secara rinci isi kontrak yang biasanya dibuat dalam pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu.Kententuan umum isi kontrak :
1.                  Isi kontrak dapat dibuat bebas , Kecuali telah diatur dalam Undang-undang
2.                  Mencantumkan segala hal dan pokok yang dianggap perlu,
3.                  Sebagai pernyataan kehendak para pihak yang tertuang dalam pernyataan tertulis
4.                  Menjelaskan dengan detail mengenai objek perjanjian.
5.                  Menjelaskan tentang hak dan kewajiban para pihak serta uraian lengkap mengenai prestasi
6.                  Dijelaskan dengan bahasa yang sederhana dan satu tafsir
7.                  Jika menggunakan istilah teknis , sebaiknya mencantumkan definisi atau ketentuan umum 
8.                  Ketentuan dan syaratnya harus bisa dilaksanakan dalam praktek (practicable)
9.                  Semakin detail semakin bagus
10.              Harus memperhatikan asas-asas perjanjian
11.              Biasanya mengenai hal hal yang tidak dikehandaki
1.                  Wanprestasi, Suatu keadaan dimana salah satu pihak karena kelalaian tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan,seperti : Tidak dipenuhi prestasi sama sekali, Dipenuhi hanya sebagian, Dipenuhi tetapi terlambat, Melakukan yang dilarang oleh perjanjian
2.                  Overmacht / Force Majeur, Suatu keadaan diluar kekuasaan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya prestasi,misalnya : Gangguan cuaca; gempa bumi; kecelakaan;huru hara; Hal hal yang tak dapat diduga sebelumnya.
3.                  Cara Penyelesaian Sengketa: Musyawarah/ ADR (negosiasi, Konsultasi, konsiliasi, mediasi), Arbitrase Atau Pengadilan
4.                  Sebagai tempat untuk memasukkan pasal pasal pelengkap lainnya




 Isi  Kontrak (Ridwan Khairandy) :
1.                  Materi khusus ini memuat atau mengatur klausul-klausul sesuai objek perjanjian, seperti : Gambaran pokok perjanjian, Hak dan kewajiban para pihak
2.                  Materi Umum berisi klausul yang biasa ada dalam setiap perjanjian, seperti: a.Wanprestasi
b.Keadaan memaksa (force majeur)
c.Pilihan hukum ( hukum yang berlaku)
d.Penyelesaian sengketa
e.Perubahan (addendum) dan atau amandemen;
f.Bahasa
g.Komunikasi
h.Pengakhiran perjanjian
i.Status dokumen sebelumnya
5. Penutup
Jika semua hal yang diperlukan telah tercantum di dalam bagian isi kontrak, barulah dirumuskan bagian penutup kontrak. Penutup memuat tata cara pengesahan suatu kontrak. Kata atau kalimat yang menyatakan bahwa perjanjian ini dibuat dalam rangkap dan bermaterai yang cukup. Apabila dipembukaan belum dicantumkan waktu dan tempat, maka bisa di tuliskan di penutup. Alangkah baiknya menyebutkan jumlah saksi. 
a. Saling struktur anatomi kontrak
Dengan cara ini, setiap pihak yang melakukan kontrak dapat mengkaji ulang atau membuat konsep akhir tersebut untuk diformalkan secara hukum.
b. Lakukan revisi (jika perlu)
Hal ini ditempuh karena jika ada masalah yang belum jelas, atau terjadi perubahan situasi politik, atau adanya bencana/malapetaka seperti tsunami.
c. Lakukan penyelesaian akhir
d. Menandatangani kontrak oleh masing-masing pihak
Jika kontrak sudah ditandatangani, berarti penyusunan sudah selesai dan tinggal pelaksanaanya di lapangan. Untuk memahami isi kontrak secara sempurna, ada baiknya para pihak mengetahui bagaimana konsep dasar atau struktur kontrak berikut unsur-unsur pokok yang harus ada yang disebut anatomi kontrak. Hal ini layaknya menguraikan suatu pohon, dengan jenis pohon, akar, batang, dan daunnya harus diketahui dengan jelas.

Pada dasarnya, susunan dan anatomi kontrak dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.
Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat dibagi lagi menjadi tiga subbagian, yaitu subbagian pembuka, subbagian pencantuman identitas para pihak, dan subbagian penjelasan. Jadi, bagian pendahuluan harus memuat secara lengkap semua hal seperti nama kontrak, tanggal. Hari, bulan, tahun, dan tempat kontrak di tandatangani. Selanjutnya, kontrak harus memuat identitas lengkap para pihak yang mengikat diri dalam kontrak dan siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Dalam bagian penjelasan harus dicantumkan juga penjelasan mengapa para pihak membuat kontrak itu.
Bagian isi
Isi kontrak lazimnya memuat klausul yang merupakan intisari kontrak. Khusus dalam kontrak berskala besar (jumlah, rupiah, dan pihak-pihak yang terlibat), dalam kontrak dimuat definisi-definisi tentang maksud dan rumusan yang terdapat dalam kontrak yang merupakan kamus, atau biasa disebut ketentuan umum. Selanjutnya, agar isi kontrak lengkap dan baik, serta dapat menjadi pedoman dalam suatu hubungan hukum di antara para pihak, suatu perjanjian harus memenuhi faktor-faktor berikut.
1. Apa isi atau hal-hal yang diatur di dalam kontrak?
Hal atau materi yang menjadi objek perikatan, yang diatur dalam kontrak wajib dirumuskan dengan jelas menggunakan bahasa yang lugas dan tidak mempunyai tafsiran ganda.
2. Siapa saja yang membuat kontrak?
Orang-orang yang tercantum dalam kontrak adalah para pihak yang terikat dengan kontrak. Selain itu, harus dijelaskan juga dengan gambling dalam bahasa yang dimengerti para pihak motif atau latar belakang pembuatan kontrak, agar kontrak itu dapat mengikat kuat dan tidak mungkin dipungkiri para pihak yang bersepakat.
3. Di mana kontrak dibuat?
Tempat atau lokasi pembuatan kontrak harus dijelaskan untuk menentukan ketentuan yang berlaku atas perikatan. Hal ini erat kaitannya dengan kewajiban hukum, seperti perpajakan dan kewenangan pengadilan yang berhak mengadili perkara apabila timbul perselisihan mengenai isi kontrak.
4. Kapan kontrak mulai berlaku?
Penentuan kapan suatu kontrak mulai berlaku merupakan unsur penting untuk menentukan awal berlakunya kontrak dengan konsekuensi turunannya, seperti penyerahan barang, konsekuensi perpajakan, dan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, dapat diketahui kapan hak dan kewajiban para pihak diterima dan dipenuhi.


Bagian penutup
Suatu kontrak biasanya memiliki dua hal yang dicantumkan di dalam penutup, yaitu: Kata penutup biasanya menerangkan bahwa kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Selain itu, para pihak juga menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak. Ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani kontrak disertai nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang bersangkutan. Kalimat penutup lazimnya dibuat sebagai berikut. “demikian kontrak ini dibuat oleh para pihak dengan keadaan sadar tanpa tekanan dari pihak manapun, untuk dilaksanakan dengan penuh itikad baik dari masing-masing pihak”. Selain mencantumkan ketentuan dalam penutup kontrak seperti di atas, kita juga perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan lain, yaitu:
1. Saksi
Saksi diperlukan secara hukum untuk mempersaksikan ataupun sebagai alat bukti yang dimaksud Pasal 1886 KUHPerdata Dalam praktik hukum, keberadaan saksi merupakan unsur penting dalam menentukan. Suatu kontrak dengan saksi yang lengkap dan memenuhi persyaratan hukum menjadi landasan hukum dalam pembuktian kontrak itu. Kehadiran saksi yang ikut menyaksikan dan menandatangani/paraf di setiap halaman kontrak dapat mendukung fakta atas sah dan berlakunya suatu kontrak, demi lengkapnya persyaratan hukum dari suatu kontrak maka ada baiknya mengajukan 2 (dua) orang atau lebih yang bertindak sebagai saksi. Hal ini perlu dipenuhi untuk menghindari ketentuan hukum yang berbunyi, “satu saksi bukanlah saksi”
2. Materai
Tidak semua kontrak harus dibubuhi (ditempel) materai. Ada tidaknya sebuah materai dalam sebuah perjanjian, bukan suatu syarat yg menjadi parameter suatu perjanjian menjadi sah atau tidak sah. Adapun penetapan benda materai oleh pemerintah (Menteri Keuangan) sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak atas dokumen. Dasar hukum pengenaan pajak atas dokumen: UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai , PP No 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dalam PP No 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yg dikenakan Bea Materai. Bea Meterai dikenakan atas dokumen, yang mana dalam pengenaannya menggunakan prinsip satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai;  rangkap/ tindasan (yang ikut ditandatangani) juga terutang Bea Meterai dengan tarif yang sama dengan aslinya.
Dokumen-dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai berikut:
1.                  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yg dibuat dgn tujuan digunakan sbg alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
2.                  akta-akta notaris termasuk salinannya;
3.                  akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
4.                  surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a.yang menyebutkan penerimaan uang
b.yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
c.yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
d.yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
1.                  surat berharga seperti wesel, promes, aksep,
2.                  efek dengan nama dan dalam bentuk apapun
3.                  Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
a.Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

3. Surat kontrak dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata;
4. Akta-akta notaries termasuk salinannya; dan Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
5. Tanda tangan atau cap jempol
Setelah kontrak selesai dirancang dan masuk ke bentuk final, maka para pihak membubuhkan tanda tangan atau cap jempol di kolom (ruang) tanda tangan yang telah dipersiapkan di bagian penutup suatu kontrak. Jika salah satu dari pihak tidak melek huruf latin, bias diganti dengan cap jempol yang mempunyai kekuatan yang sama dengan tanda tangan. Keabsahan cap jempol dapat diteliti lewat tes forensic jika kelah terjadi perselisihan tentang isi kontrak di pengadilan.
6. Paraf di setiap halaman kontrak
Demi amannya isi kontrak maka kontrak yang terdiri dari beberapa halaman harus diberi tanda persetujuan berupa paraf di setiap halaman oleh pihak-pihak yang berwenang, termasuk para saksi.
7. Lampiran sebagai kelengkapan kontrak
Ada kalanya kontrak memerlukan lampiran yang tidak dapat dipisahkan dari isi kontrak induk. Lampiran tersebut harus disebut dalam teks isi kontrak dan merupakan satu kesatuan. Lampiran tersebut dapat berupa gambar, table harga, jadwal pembayaran, dan sebagainya, tergantung pada kebutuhan masing-masing pihak sesuai sifat kontrak
tersebut.
8. Catatan tepi pada akta (renvooi)
Seperti akta yang dibuat notaries, catatan perubahan, perbaikan naskah kontrak berupa coretan, dan perbaikannya dibuat di tepi akta yang selanjutnya diparaf oleh pihak-pihak sebagai tanda setuju atas perbaikan itu, juga paraf dari para saksi.

D. TAHAPAN PASCA PENANDATANGANAN KONTRAK
Beberapa tahap pasca penandatanganan kontrak sebagai berikut.
a. Pelaksanaan dan penafsiran kontrak
Ketika kontrak telah selesai ditandatangani oleh para pihak, bukan berarti segala isi kontrak dapat berlaku secara mulus. Hal ini terutama jika menyangkut kontrak berskala besar yang dalam pelaksanaan kontraknya terdapat atau dijumpai rumusan isi kontrak yang kurang teliti, terjadi perubahan politik, atau kejadian lainnya yang erat dengan isi kontrak dimaksud. Biasanya, hal itu terjadi dalam hal pemenuhan kewajiban yang tidak dapat ditepati tepat waktu atau tepat jumlah karena alasan yang masuk akal. Bisa juga terjadi karena ada penafsiran yang berbeda terhadap rumusan isi kontrak oleh para pihak karena ada kontrak yang telah disusun dan ditandatangani ada hal yang tidak jelas atau tidak lengkap sehingga memerlukan penafsiran. Untuk mengatasi masalah pelaksanaan kontrak, dapat ditempuh dengan cara memberitahukan kepada pihak yang dirugikan secara tertulis atau lisan agar isi kontrak ditafsir ulang dan penafsiran tersebut mengikat kedua belah pihak yang biasanya dirumuskan dalam “Tambahan Kontrak” atau biasa disebut addendum. Addendum dirumuskan secara musyawarah dan merupakan bagian yang mengikat dan saling melengkapi dengan kontrak induk. Pelaksanaan suatu kontrak dapat juga tergantung apabila dalam masa pelaksanaannya terjadi hal-hal yang digolongkan keadaan memaksa atau bisa disebut “force majeure”. Ketentuan keadaan memaksa diatur dalam Pasal 1244 KUH Perdata disebutkan “jika ada alasan untuk itu, debitur harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”. Selanjutnya, dalam Pasal 1245 KUH Perdata diatur lebih lanjut, tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang tersedia secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat suatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang.” Keadaan memaksa (force majeure) ini sebenarnya merupakan klausul dalam kontrak yang terkadang tidak dirumuskan dalam isi kontrak. Alasan keadaan memaksa tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan pembuktian secara hukum, kecuali untuk hal-hal factual yang tidak dapat dipungkiri, seperti terjadi bencana tsunami di Aceh – Nias pada tahun 2004 lalu.
b. Penyelesaian sengketa di bidang kontrak
Pada dasarnya, setiap kontrak yang dibuat dan disepakati oleh para pihak harus dapat dilaksanakan sesuai dengan isi kontrak dengan itikad baik. Namun, dalam praktik kita menjumpai fakta bahwa para pihak, baik debitur maupun kreditur, banyak yang tidak memenuhi isi kontrak dengan berbagai alasan, seperti melarikan diri atau upaya tidak terpuji lainnya. Namun, ada juga salah satu pihak yang tidak mempunyai itikad baik dan melakukan ingkar janji. Melihat gejala ini, seharusnya sejak awal peraturan perundang-undangan telah mengantisipasi keadaan yang selalu mungkin terjadi diantara para pihak, yang biasanya tidak dapat atau tidak mau memenuhi kewajibannya. Pada praktiknya, penyelesaian perselisihan dalam hal tidak memenuhi isi kontrak adalah lewat musyawarah, litigasi, atau alternative penyelesaian sengketa yang lain.
1. Musyawarah para pihak kontrak
Terdapat banyak cara yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam penyelesaian permasalahan kontrak. Namun, cara yang paling sering dianjurkan adalah lewat musyawarah, para pihak dapat bertatap muka dan menyelesaikan masalah secara langsung tanpa intervensi pihak luar. Dengan pikiran positif bahwa dari awal dan selama proses pembuatan kontrak dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan maka cukup terhormat apabila para pihak kontrak atau perikatan menyelesaikan silang-sengketa secara keluarga. Hal ini didasari atas pertimbangan biaya yang murah dan proses yang cepat, tanpa menimbulkan permusuhan diantara para pihak.

2. Melalui pengadilan (litigasi)
Litigasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa melalui jalur hukum lewat pengadilan. Salah satu pihak mengajukan gugatan ke lembaga pengadilan atas perselisihan atau sengketa yang dialami salah satu pihak yang terkait kontrak. Namun, para pihak yang menghendaki litigasi dalam penyelesaian perselisihan tentang pelaksanaan isi suatu perjanjian, harus sudah menyadari untung rugi proses litigasi.
Dalam proses litigasi, berlaku prinsip “perang” habis-habisan sehingga pihak-pihak yang bersengketa menjadi tegang dan siap yang menang atau kalah terkadang tidak menyelesaikan secara tuntas inti perkara, tetapi menimbulkan ketegangan yang mengarah kepada permusuhan. Adapun yang disebut sebagai keuntungan penyelesaian perselisihan lewat litigasi sebagai berikut.
1.                  Litigasi sangat baik untuk menemukan berbagai kesalahan dan maslaah dalam posisi pihak lawan.
2.                  Litigasi memberi standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan.
3.                  Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk menyelesaikan sengketa pribadi
4.                  Litigasi merupakan alternatif terbaik untuk mencari kepastian hukum lewat proses pengadilan dan keputusan hakim. Dengan litigasi, keputusan tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi lebih dari itu, juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

3. Alternatif Penyelesaian sengketa
Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan jalan tengah yang ditempuh para pihak yang bersengketa, secara sukarela melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak. Adapun alternatif jenis penyelesaian sengketa atau beda pendapat di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara: Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dapat diselesaikan oleh para pihak yang bersengketa, yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian cara litigasi di Pengadilan Negeri. Proses terlaksananya alternative sengketa ditempuh para pihak dengan sukarela dan berlandaskan itikad baik dengan batasan waktu yang relatif singkat. biasanya, dilakukan lewat pertemuan langsung para pihak yang bersengketa dalam waktu paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.

Jika upaya penyelesaian sengketa lewat alternatif tidak tercapai dan tidak dapat diselesaikan, atas kesepakatan para pihak, sengketa dapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli, atau melalui seorang mediator. Apabila semua upaya menemui jalan buntu maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa dengan menunjuk seorang mediator baru. Diharapkan dalam jangka waktu 7 hari proses
mediasi telah dapat dimulai. Upaya penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator tersebut harus mencapai suatu kesepakatan dalam jangka waktu paling lama 30 hari dan dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. Rumusan kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak terkait adalah final yang mengikat para pihak untuk melaksanakannya dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan kesepakatan tersebut. Keputusan ini wajib dilaksanakan sampai selesai dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak pendaftaran di Pengadilan Negeri. Dalam praktiknya, penyelesaian sengketa atau beda pendapat tentang isi kontrak melalui mediasi banyak yang berhasil. Namun, ada kalanya, terutama praktik yang dilakukan oleh orang-orang licik, kesepakatan itu masih tidak dipatuhi. Dalam hal ini, para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian sengketa tersebut melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Penyelesaian sengketa dengan arbitrase baik melalui jalur formal atau jalur ad hoc, pasti tidak selalu mudah dan memerlukan proses yang tidak sederhana. Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa pemilihan lembaga arbitrase dalam menyelesaikan sengketa merupakan alternatif yang cukup bijaksana karena Penyelesaian cepat, Kerahasiaan terjaga, Biaya relative lebih rendah, dan Ditangani oleh tenaga ahli. Selain keuntungan tersebut, keputusan arbitrase mudah dilaksanakan dibandingkan dengan putusan pengadilan. Hal ini karena keputusan arbitrase pada umumnya bersifat final dan tidak diajukan banding, kecuali atas dasar hal-hal yang sangat khusus (lihat: UU No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase alternatif penyelesaian sengketa).


E.KESIMPULAN

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kontrak :
1.Saksi,
Suatu kontrak dengan saksi yang lengkap dan memenuhi persyaratan hukum, menjadi landasan hukum dalam pembuktian kontrak itu.
2. Materai
Penetapan materai merupakan sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak atas dokumen.
3. Surat Kontrak / surat-surat lainnya sebagai alat bukti dimuka pengadilan.
4. Akta-akta Notaris dan Salinannya.
5. Tanda Tangan atau Cap Jempol
6. Paraf disetiap halaman kontrak, demi keamanannya kontrak yang dilakukan oleh pihak-pihak berwenang termasuk para saksi.
7. Lampiran sebagai kelengkapan kontrak
8. Catatan tepi pada akta

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK :
Tahapan Pra Penyusunan Kontrak
1.                  Negosiasi
2.                  Pembuatan Nota Kesepakatan (MoU)
Tahapan Penyusunan Kontrak
a. Membuat Stuktur Anatomi Kontrak, meliputi :
- Judul&Pembukaan Kontrak
- Komparisi/ Para Pihak
- Premisse dan/ atau recital
- Isi Kontrak
- Penutupan
b. Saling Menukar Struktur Anatomi Kontrak
c. Lakukan revisi (jika perlu)
d. Lakukan Penyelesaian Akhir
e. Menandatangani Kontrak Oleh Masing-masing Pihak

Pada dasarnya, Anatomi Kontrak Meliputi;
1.                  Bagian Pendahuluan
2.                  Bagian Isi
3.                  Bagian Penutup

Tahapan Pasca Penandatanganan Kontrak
1.                  Pelaksanaan dan Penafsiran Kontrak
2.                  Penyelesaian Sengketa dibidang Kontrak
1.                  Musyawarah para pihak kontrak
2.                  Melalui Pengadilan (Litigasi)
3.                  Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan cara; Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Penilaian ahli.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar