TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK
A.PENDAHULUAN
KUH Perdata tidak menyebutkan
secara eksplisit kapan suatu kontrak mulai berlaku dan bagaimana tahap-tahap
terjadinya kontrak. Pasal 1320 KUH Perdata hanya menyatakan kontrak eksis
berdasarkan consensus para pihak dan tidak memberi penjelasan rinci kapan suatu
kontrak mulai eksis setelah melalui tahapan-tahapan pembentukannya lahirnya
suatu kontrak menimbulkan hubungan hukum perikatan dalam bentuk hak dan
kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan akibat hukum suatu
kontrak.
Untuk menyusun suatu kontrak
yang baik dan fungsional, diperlukan persiapan atau perencanaan yang
sungguh-sungguh, matang, dan melalui diskusi atau pembicaraan awal yang tidak
mengikat. Para pihak yang terlibat dalam kontrak harus menyiapkan waktu khusus
yang dianggap cukup untuk membicarakan maksud dan tujuan pengadaan kontrak
dengan bahasa / terminology yang dipahami para pihak. Tahapan penyusunan
kontrak biasanya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pra-penyusunan kontrak,
tahap penyusunan kontrak, dan tahap pasca penandatanganan kontrak.
B. TAHAPAN PRA-PENYUSUNAN KONTRAK
Sebelum suatu kontrak disusun,
para pihak perlu memperhatikan hal-hal menyangkut catatan awal. Resume
pembicaraan awal, dan pokok-pokok yang telah dijadikan dan terdapat titik temu
dalam negosiasi (perundingan) pembuatan kontrak awal. Mengingat pra-penyusunan
kontrak merupakan landasan kontrak final maka setiap kesepakatan ada baiknya
dituangkan dalam nota kesepahaman atau lazim disebut Memorandum of Understanding (MoU).
Tahapan-tahapan pra-penyusunan kontrak sebagai berikut.
a. Negosiasi
Negosiasi merupakan sarana
bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang demi
mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan atau tafsir
terhadap suatu hal yang berkaitan dengan kerangka kontrak. Biasanya, saat
negosiasi inilah masing-masing pihak melemparkan penawarannya terhadap yang
lain hingga tercapai kesepakatan. Dalam praktik, proses negosiasi ini ada
kalanya singkat dan langsung masuk pada intisari yang diperjuangkan (contoh,
kontrak sewa motor di antara teman sekantor), tetapi ada kalanya sulit, baik karena
belum bertemu keinginan soal harga, soal kondisi objek kontrak, soal
pembayaran, dan soal risiko barang atau asuransi. Demi suksesnya proses
negosiasi maka para pihak perlu memiliki persiapan yang matang menyangkut
hal-hal berikut : (1)Menguasai konsep atau rancangan kontrak bisnis atau untuk subjek
yang akan diperjanjikan; (2). Menguasai peraturan perundang-undangan yang
melingkupi apa yang diperjanjikan; (3). Mengidentifikasi poin-poin yang
berpotensi menjadi masalah; (4). Percaya diri dan tidak mudah menyerah.
b. Pembuatan Nota Kesepakatan (MoU)
Sebelum menyusun nota
kesepakatan, para pihak perlu melakukan identifikasi diri apakah sudah memenuhi
ketentuan perundangundangan, seperti cakap hukum, tentang objek, dan tempat
domisili yang jelas dari masing-masing pihak. Biasanya, masalah ini tidak
ditelusuri secara teliti, terutama diantara mereka yang awalnya saling mengenal.
Layaknya jargon perusahaan yang telah kita kenal, “teliti barang sebelum membeli”, hal ini
juga berlaku dalam proses negosiasi, yaitu posisi hukum dari objek yang akan
diperjanjikan.
Posisi hukum dari objek
kontrak harus jelas identitasnya, tempat berada, kondisi fisik, dan kedudukan
hukumnya (misalnya apakah barang tersebut terikat gadai atau tidak). Setelah
negosiasi selesai dilakukan, tahapan pra-kontrak membuat Nota Kesepakatan (MoU)
yang merupakan pencatatan atau penyusunan pokok-pokok persetujuan hasil
negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Walaupun belum merupakan suatu kontrak,
nota kesepakatan (MoU) mempunyai peran sebagai pegangan untuk melakukan
negosiasi lanjutan atau sebagai dasar pembuatan kontrak. Perlu diperhatikan
bahwa yang terpenting dalam pembuatan nota kesepakatan adalah mencantumkan
poin-poin penting atau “kata kunci” dalam pembicaraan negosiasi yang sedang
dilakukan. Penulis nota kesepakatan (MoU) sebaiknya ikut terlibat dalam
negosiasi atau mendapat dokumen tertulis atau rincian yang lengkap dari hasil
negosiasi. Memang diakui bahwa nota kesepakatan (MoU) sebenarnya tidak dikenal
dalam hukum konvensional Indonesia, tetapi sering dilakukan, terutama pada
kontrak proyek-proyek besar dan mahal.
Dari segi hukum, nota
kesepakatan (MoU) dianggap sebagai kontrak yang setengah jadi atau simple,
tidak disusun secara formal, dan dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan atau
merupakan kontrak pendahuluan yang kurang jelas sanksi hukumnya.
C. TAHAPAN PENYUSUNAN KONTRAK
Salah satu tahapan yang
merupakan dalam pembuatan suatu kontrak adalah tahap penyusunan kontak. Dalam
tahap ini, disusunlah kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi dan yang
dituangkan dalam nota kesepakatan (MoU) serta perundingan lanjutan hingga
dicapai kesepakatan untuk bergerak ke arah pembuatan bentuk format dari
kesepakatan itu menjadi suatu kontrak. Menyusun suatu kontrak merupakan
ketelitian dan kejelian dari para pihak maupun para notaries atau pejabat
lainnya. Karena apabila keliru merumuskan nama dan data pokok, kontrak itu
mungkin menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya di kemudian hari. Pada
umumnya, dikenal lima fase dalam penyusunan kontrak di Indonesia sebagai
berikut.
a. Membuat struktur anatomi
kontrak, meliputi:
1. Judul
& Pembukaan kontrak
Dalam kontrak, harus
diperhatikan kecocokan isi dengan judul kontrak serta acuan hukum yang mengikatnya.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. Judul
seharusnya harus menggambarkan substansi kontrak, (Ridwan Khairandy.) Misalnya ; Perjanjian Jual Beli, Perjanjian
Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli Kapal.
Pembukaan biasanya berisi tanggal
pembuatan kontrak. (Ridwan
Khairandy), Contoh :
1.
Pada
hari ini….tanggal…dibuat dan ditanda tangani Perjanjian Kerjasama (selanjutnya disebut
“Perjanjian”) oleh dan antara :
2.
Perjanjian…ini
dibuat dan ditandatangani pada hari ini…tanggal….di .. oleh dan antara:
3.
Pada
hari ini dibuat perjanjian antara …
4.
Yang
bertanda tangan di bawah ini
2. Komparisi
/ Para Pihak dalam kontrak
Pengertian Komparisi secara umum :
1.
tindakan menghadap dalam
hukum, yang berisi uraian mengenai identitas subyek (Nukman Muhammad, bahan
kuliah)
2.
Prinsipnya, memuat
identifikasi para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu kontrak (Ridwan
Khairandy, Bahan Ajar, Makalah Pelatihan Contract Drafting, Kontrak Bisnis)
Yang terkandung di dalam komparisi adalah: Identitas, Kedudukan
dan; Berdasarkan apa kedudukan tersebut :
1.
Apabila salah satu pihak/keduanya adalah Direktur suatu PT,
maka perlu di tanyakan/diminta Risalah RUPSLB yang terakhir yang mencantumkan
nama Direktur tersebut sebagai anggota Dewan Direksi.;
2.
Hal ini diperlukan, supaya jangan sampai terkecoh bahwa
ternyata yang bersangkutan sudah bukan Direktur lagi
CONTOH
KOMPARISI ( bertindak untuk dirinya sendiri ) (di bawah tangan)
Ali,
50 tahun, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jl. Tukangan No. 5
Yogyakarta, dalam hal ini, bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri,
selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA
Gustono,
45 tahun, swasta, beralamat di jalan Suronatan 35 Yogyakarta, dalam hal ini
bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
CONTOH
KOMPARISI ( bertindak mewakili ) (di bawah tangan)
Abel,
40 tahun, Pengusaha, bertempat tinggal di Jl. Monjali 100 Yogyakarta, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama Akhmad, 45 tahun, swasta, bertempat tinggal di Jl. Kadipaten 34
Yogyakarta, berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 10 Agustus 2013,
selanjutnya disebut PIHAK PEMBELI;
Ronita,
35 tahun, wiraswasta, beralamat di jl. Sorowajan 57 Yogyakarta, dalam hal ini bertindak
untuk dan atas nama Sonni, 29 tahun, PNS, beralamat di jl. Monjali 25 Sleman,
berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 12 Agustus 2013, selanjutnya
disebut Pihak Penjual
CONTOH
KOMPARISI (bertindak mewakili koperasi ) (di bawah tangan)
Denny
Candra, 30 tahun, ketua pengurus koperasi, yang beralamat di Jl. Adisucipto No.15
Yogyakarta, menurut keterangannya, dalam hal ini bertindak mewakili koperasi
“BAHAGIA” berkedudukan di Jalan di Jl. Urip Sumoharjo No. 13 Yogyakarta yang
akta pendiriannya dibuat dihadapan Rahmini, SH Notaris di Yogyakarta tanggal 23
April 2001 Nomor 05 dan untuk tindakan hukum ini telah mendapat persetujuan
dari para para anggota koperasi sebagaimana ternyata dalam risalah rapat
tanggal 15 Juli 2013 Nomor 16 Dibuat dihadapan M. Sadad, SH Notaris di
Yogyakarta guna memenuhi ketentuan Pasal 9 dari Akta Pendirian Koperasi,
selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA; Doni,
.........................., selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
CONTOH
KOMPARISI ( bertindak mewakili Badan hukum 1 )
Tommy
Setiawan, direktur utama, bertempat tinggal di Yogyakarta Jl. Timoho No. 1
Yogyakarta dlm hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut dan sah mewakili
direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama PT Suzuki Indo Jaya
berkedudukan di Yogyakarta yang Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam Berita
Negara RI tanggal 20 Oktober 2000 nomor 25 Tambahan nomor 45 dan untuk tindakan
hukum ini telah mendapat persetujuan dari para pemegang saham perseroan
sebagaimana ternyata dalam risalah rapat tanggal 18 Agustus 2013 Nomor 10
Dibuat dihadapan Siti Nurhayati, SH Notaris di Yogyakarta Guna memenuhi
ketentuan Pasal 10 dari Anggaran Dasar perseroan.selanjutnya disebut PIHAK
PERTAMA;
Candra Birawa,………….., selanjutnya disebut
PIHAK KEDUA
3. Premisse dan/
atau recital
Praemisse
atau praemitto (bahasa latin) merupakan sebagai pendahuluan atau ditafsirkan
sebagai keterangan atau pernyataan awal dari sebuah kontrak , alasan atau latar
belakang kontrak dibuat. Kedudukan premis pada kontrak bersifat fakultatif, artinya
premis dalam setiap kontrak tidak selalu ada, Contoh:
Mengingat Pihak Pertama adalah pemilik
bangunan seluas lima ratus meter persegi, dan tanah yang terletak di jalan
Flora Nomor 101 Jogjakarta seluas seribu meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak
Milik No: …
Mengingat
Pihak Kedua adalah sebuah perusahaan distribusi suku cadang kendaraan berat di
Indonesia akan membuka kantor perwakilan di Yogjakarta.
(Ridwan
Khairandy)
4. Isi
kontrak
Bagian yang merupakan
inti kontrak, yang membuat apa yang dikehendaki, hak, dan kewajiban termasuk
pilihan penyelesaian sengketa. Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan
secara rinci isi kontrak yang biasanya dibuat dalam pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf,
angka-angka tertentu.Kententuan umum isi kontrak :
1.
Isi kontrak dapat dibuat bebas , Kecuali telah diatur
dalam Undang-undang
2.
Mencantumkan
segala hal dan pokok yang dianggap perlu,
3.
Sebagai
pernyataan kehendak para pihak yang tertuang dalam pernyataan tertulis
4.
Menjelaskan
dengan detail mengenai objek perjanjian.
5.
Menjelaskan
tentang hak dan kewajiban para pihak serta uraian lengkap mengenai prestasi
6.
Dijelaskan
dengan bahasa yang sederhana dan satu tafsir
7.
Jika menggunakan istilah teknis , sebaiknya mencantumkan
definisi atau ketentuan umum
8.
Ketentuan
dan syaratnya harus bisa dilaksanakan dalam praktek (practicable)
9.
Semakin
detail semakin bagus
10.
Harus
memperhatikan asas-asas perjanjian
11.
Biasanya
mengenai hal hal yang tidak dikehandaki
1.
Wanprestasi, Suatu keadaan dimana salah satu pihak karena kelalaian
tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan,seperti : Tidak dipenuhi prestasi
sama sekali, Dipenuhi hanya sebagian, Dipenuhi tetapi terlambat, Melakukan yang
dilarang oleh perjanjian
2.
Overmacht / Force Majeur, Suatu
keadaan diluar kekuasaan yang menyebabkan tidak dapat dipenuhinya prestasi,misalnya
: Gangguan cuaca; gempa bumi; kecelakaan;huru hara; Hal hal yang tak dapat
diduga sebelumnya.
3.
Cara Penyelesaian Sengketa: Musyawarah/ ADR (negosiasi,
Konsultasi, konsiliasi, mediasi), Arbitrase Atau Pengadilan
4.
Sebagai
tempat untuk memasukkan pasal pasal pelengkap lainnya
Isi
Kontrak (Ridwan Khairandy) :
1.
Materi khusus ini memuat atau mengatur klausul-klausul sesuai
objek perjanjian, seperti : Gambaran pokok perjanjian, Hak dan kewajiban para
pihak
2.
Materi Umum berisi
klausul yang biasa ada dalam setiap perjanjian, seperti: a.Wanprestasi
b.Keadaan memaksa (force majeur)
c.Pilihan hukum ( hukum yang berlaku)
d.Penyelesaian sengketa
e.Perubahan (addendum) dan atau amandemen;
f.Bahasa
g.Komunikasi
h.Pengakhiran perjanjian
i.Status dokumen sebelumnya
5. Penutup
Jika semua hal yang diperlukan telah tercantum di dalam bagian isi
kontrak, barulah dirumuskan bagian penutup kontrak. Penutup memuat tata cara
pengesahan suatu kontrak. Kata atau
kalimat yang menyatakan bahwa perjanjian ini dibuat dalam rangkap dan
bermaterai yang cukup. Apabila dipembukaan belum dicantumkan waktu dan tempat,
maka bisa di tuliskan di penutup. Alangkah baiknya menyebutkan jumlah saksi.
a. Saling struktur anatomi kontrak
Dengan cara ini, setiap pihak
yang melakukan kontrak dapat mengkaji ulang atau membuat konsep akhir tersebut
untuk diformalkan secara hukum.
b. Lakukan revisi (jika perlu)
Hal ini ditempuh karena jika
ada masalah yang belum jelas, atau terjadi perubahan situasi politik, atau
adanya bencana/malapetaka seperti tsunami.
c. Lakukan penyelesaian akhir
d. Menandatangani kontrak oleh masing-masing pihak
Jika kontrak sudah
ditandatangani, berarti penyusunan sudah selesai dan tinggal pelaksanaanya di
lapangan. Untuk memahami isi kontrak secara sempurna, ada baiknya para pihak
mengetahui bagaimana konsep dasar atau struktur kontrak berikut unsur-unsur
pokok yang harus ada yang disebut anatomi kontrak. Hal ini layaknya menguraikan
suatu pohon, dengan jenis pohon, akar, batang, dan daunnya harus diketahui
dengan jelas.
Pada dasarnya, susunan dan
anatomi kontrak dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, isi,
dan penutup.
Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat
dibagi lagi menjadi tiga subbagian, yaitu subbagian pembuka, subbagian
pencantuman identitas para pihak, dan subbagian penjelasan. Jadi, bagian
pendahuluan harus memuat secara lengkap semua hal seperti nama kontrak,
tanggal. Hari, bulan, tahun, dan tempat kontrak di tandatangani. Selanjutnya,
kontrak harus memuat identitas lengkap para pihak yang mengikat diri dalam
kontrak dan siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Dalam bagian penjelasan
harus dicantumkan juga penjelasan mengapa para pihak membuat kontrak itu.
Bagian isi
Isi kontrak lazimnya memuat
klausul yang merupakan intisari kontrak. Khusus dalam kontrak berskala besar
(jumlah, rupiah, dan pihak-pihak yang terlibat), dalam kontrak dimuat
definisi-definisi tentang maksud dan rumusan yang terdapat dalam kontrak yang
merupakan kamus, atau biasa disebut ketentuan umum. Selanjutnya, agar isi
kontrak lengkap dan baik, serta dapat menjadi pedoman dalam suatu hubungan
hukum di antara para pihak, suatu perjanjian harus memenuhi faktor-faktor
berikut.
1. Apa isi atau hal-hal
yang diatur di dalam kontrak?
Hal atau materi yang menjadi
objek perikatan, yang diatur dalam kontrak wajib dirumuskan dengan jelas
menggunakan bahasa yang lugas dan tidak mempunyai tafsiran ganda.
2. Siapa saja yang membuat
kontrak?
Orang-orang yang tercantum
dalam kontrak adalah para pihak yang terikat dengan kontrak. Selain itu, harus
dijelaskan juga dengan gambling dalam bahasa yang dimengerti para pihak motif atau
latar belakang pembuatan kontrak, agar kontrak itu dapat mengikat kuat dan
tidak mungkin dipungkiri para pihak yang bersepakat.
3. Di mana kontrak dibuat?
Tempat atau lokasi pembuatan
kontrak harus dijelaskan untuk menentukan ketentuan yang berlaku atas
perikatan. Hal ini erat kaitannya dengan kewajiban hukum, seperti perpajakan dan
kewenangan pengadilan yang berhak mengadili perkara apabila timbul perselisihan
mengenai isi kontrak.
4. Kapan kontrak mulai
berlaku?
Penentuan kapan suatu kontrak
mulai berlaku merupakan unsur penting untuk menentukan awal berlakunya kontrak dengan
konsekuensi turunannya, seperti penyerahan barang, konsekuensi perpajakan, dan
ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, dapat diketahui kapan hak dan kewajiban
para pihak diterima dan dipenuhi.
Bagian penutup
Suatu kontrak biasanya
memiliki dua hal yang dicantumkan di dalam penutup, yaitu: Kata penutup
biasanya menerangkan bahwa kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Selain itu, para pihak juga
menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak. Ruang penempatan
tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani kontrak disertai nama
jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang bersangkutan.
Kalimat penutup lazimnya dibuat sebagai berikut. “demikian kontrak ini dibuat
oleh para pihak dengan keadaan sadar tanpa tekanan dari pihak manapun, untuk dilaksanakan
dengan penuh itikad baik dari masing-masing pihak”. Selain mencantumkan
ketentuan dalam penutup kontrak seperti di atas, kita juga perlu memperhatikan
ketentuan-ketentuan lain, yaitu:
1. Saksi
Saksi diperlukan secara hukum untuk
mempersaksikan ataupun sebagai alat bukti yang dimaksud Pasal 1886 KUHPerdata Dalam praktik hukum, keberadaan saksi merupakan unsur penting
dalam menentukan. Suatu kontrak dengan saksi yang lengkap dan memenuhi
persyaratan hukum menjadi landasan hukum dalam pembuktian kontrak itu.
Kehadiran saksi yang ikut menyaksikan dan menandatangani/paraf di setiap
halaman kontrak dapat mendukung fakta atas sah dan berlakunya suatu kontrak,
demi lengkapnya persyaratan hukum dari suatu kontrak maka ada baiknya
mengajukan 2 (dua) orang atau lebih yang bertindak sebagai saksi. Hal ini perlu
dipenuhi untuk menghindari ketentuan hukum yang berbunyi, “satu saksi bukanlah saksi”
2. Materai
Tidak semua kontrak
harus dibubuhi (ditempel) materai. Ada tidaknya sebuah materai dalam sebuah
perjanjian, bukan suatu syarat yg menjadi parameter suatu perjanjian menjadi
sah atau tidak sah. Adapun penetapan benda materai oleh pemerintah (Menteri
Keuangan) sebagai cara pelunasan terhadap pengenaan pajak atas dokumen. Dasar
hukum pengenaan pajak atas dokumen: UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai , PP
No 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dalam PP No 24 Tahun 2000 tentang
Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yg
dikenakan Bea Materai. Bea Meterai dikenakan atas dokumen, yang mana dalam
pengenaannya menggunakan prinsip satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai; rangkap/ tindasan (yang ikut ditandatangani)
juga terutang Bea Meterai dengan tarif yang sama dengan aslinya.
Dokumen-dokumen
yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai berikut:
1.
Surat perjanjian dan
surat-surat lainnya yg dibuat dgn tujuan digunakan sbg alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
2.
akta-akta notaris
termasuk salinannya;
3.
akta-akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
4.
surat yang memuat jumlah
uang, yaitu :
a.yang menyebutkan penerimaan uang
b.yang menyatakan pembukuan uang atau
penyimpanan uang dalam rekening di bank;
c.yang berisi pemberitahuan saldo rekening
di bank;
d.yang
berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan;
1.
surat berharga seperti
wesel, promes, aksep,
2.
efek dengan nama dan
dalam bentuk apapun
3.
Dokumen yang akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :
a.Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b.
Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud
semula.
3. Surat kontrak dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan
yang bersifat perdata;
4. Akta-akta notaries termasuk salinannya; dan Dokumen yang akan
digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
5. Tanda tangan atau cap jempol
Setelah kontrak selesai
dirancang dan masuk ke bentuk final, maka para pihak membubuhkan tanda tangan
atau cap jempol di kolom (ruang) tanda tangan yang telah dipersiapkan di bagian
penutup suatu kontrak. Jika salah satu dari pihak tidak melek huruf latin, bias
diganti dengan cap jempol yang mempunyai kekuatan yang sama dengan tanda tangan.
Keabsahan cap jempol dapat diteliti lewat tes forensic jika kelah terjadi
perselisihan tentang isi kontrak di pengadilan.
6. Paraf di setiap halaman kontrak
Demi amannya isi kontrak maka
kontrak yang terdiri dari beberapa halaman harus diberi tanda persetujuan
berupa paraf di setiap halaman oleh pihak-pihak yang berwenang, termasuk para
saksi.
7. Lampiran sebagai kelengkapan kontrak
Ada kalanya kontrak memerlukan
lampiran yang tidak dapat dipisahkan dari isi kontrak induk. Lampiran tersebut harus
disebut dalam teks isi kontrak dan merupakan satu kesatuan. Lampiran tersebut
dapat berupa gambar, table harga, jadwal pembayaran, dan sebagainya, tergantung
pada kebutuhan masing-masing pihak sesuai sifat kontrak
tersebut.
8. Catatan tepi pada akta (renvooi)
Seperti akta yang dibuat
notaries, catatan perubahan, perbaikan naskah kontrak berupa coretan, dan
perbaikannya dibuat di tepi akta yang selanjutnya diparaf oleh pihak-pihak
sebagai tanda setuju atas perbaikan itu, juga paraf dari para saksi.
D. TAHAPAN PASCA PENANDATANGANAN KONTRAK
Beberapa tahap pasca penandatanganan kontrak sebagai berikut.
a. Pelaksanaan dan penafsiran kontrak
Ketika kontrak telah selesai
ditandatangani oleh para pihak, bukan berarti segala isi kontrak dapat berlaku
secara mulus. Hal ini terutama jika menyangkut kontrak berskala besar yang
dalam pelaksanaan kontraknya terdapat atau dijumpai rumusan isi kontrak yang
kurang teliti, terjadi perubahan politik, atau kejadian lainnya yang erat
dengan isi kontrak dimaksud. Biasanya, hal itu terjadi dalam hal pemenuhan kewajiban
yang tidak dapat ditepati tepat waktu atau tepat jumlah karena alasan yang
masuk akal. Bisa juga terjadi karena ada penafsiran yang berbeda terhadap
rumusan isi kontrak oleh para pihak karena ada kontrak yang telah disusun dan
ditandatangani ada hal yang tidak jelas atau tidak lengkap sehingga memerlukan
penafsiran. Untuk mengatasi masalah pelaksanaan kontrak, dapat ditempuh dengan
cara memberitahukan kepada pihak yang dirugikan secara tertulis atau lisan agar
isi kontrak ditafsir ulang dan penafsiran tersebut mengikat kedua belah pihak
yang biasanya dirumuskan dalam “Tambahan Kontrak” atau biasa disebut addendum. Addendum dirumuskan secara
musyawarah dan merupakan bagian yang mengikat dan saling melengkapi dengan
kontrak induk. Pelaksanaan suatu kontrak dapat juga tergantung apabila dalam
masa pelaksanaannya terjadi hal-hal yang digolongkan keadaan memaksa atau bisa
disebut “force majeure”. Ketentuan keadaan memaksa
diatur dalam Pasal 1244 KUH Perdata disebutkan
“jika ada alasan untuk itu, debitur
harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat
membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan
itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah
ada pada pihaknya”. Selanjutnya, dalam Pasal 1245 KUH Perdata diatur lebih lanjut, tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan
memaksa atau karena hal yang tersedia secara kebetulan, debitur terhalang untuk
memberikan atau berbuat suatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan
yang terlarang.” Keadaan
memaksa (force majeure) ini sebenarnya merupakan klausul dalam kontrak yang terkadang tidak dirumuskan dalam isi kontrak. Alasan keadaan memaksa
tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan
pembuktian secara hukum, kecuali untuk hal-hal factual yang tidak dapat dipungkiri, seperti terjadi bencana tsunami di
Aceh – Nias pada tahun 2004
lalu.
b. Penyelesaian sengketa di bidang kontrak
Pada dasarnya, setiap kontrak
yang dibuat dan disepakati oleh para pihak harus dapat dilaksanakan sesuai
dengan isi kontrak dengan itikad baik. Namun, dalam praktik kita menjumpai
fakta bahwa para pihak, baik debitur maupun kreditur, banyak yang tidak
memenuhi isi kontrak dengan berbagai alasan, seperti melarikan diri atau upaya tidak
terpuji lainnya. Namun, ada juga salah satu pihak yang tidak mempunyai itikad
baik dan melakukan ingkar janji. Melihat gejala ini, seharusnya sejak awal
peraturan perundang-undangan telah mengantisipasi keadaan yang selalu mungkin
terjadi diantara para pihak, yang biasanya tidak dapat atau tidak mau memenuhi
kewajibannya. Pada praktiknya, penyelesaian perselisihan dalam hal tidak
memenuhi isi kontrak adalah lewat musyawarah, litigasi, atau alternative
penyelesaian sengketa yang lain.
1.
Musyawarah para pihak kontrak
Terdapat banyak cara yang dapat ditempuh oleh para pihak dalam
penyelesaian permasalahan kontrak. Namun, cara yang paling sering dianjurkan
adalah lewat musyawarah, para pihak dapat bertatap muka dan menyelesaikan
masalah secara langsung tanpa intervensi pihak luar. Dengan pikiran positif
bahwa dari awal dan selama proses pembuatan kontrak dilakukan secara sukarela
dan tanpa paksaan maka cukup terhormat apabila para pihak kontrak atau
perikatan menyelesaikan silang-sengketa secara keluarga. Hal ini didasari atas pertimbangan
biaya yang murah dan proses yang cepat, tanpa menimbulkan permusuhan diantara
para pihak.
2.
Melalui pengadilan (litigasi)
Litigasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa melalui jalur hukum
lewat pengadilan. Salah satu pihak mengajukan gugatan ke lembaga pengadilan
atas perselisihan atau sengketa yang dialami salah satu pihak yang terkait
kontrak. Namun, para pihak yang menghendaki litigasi dalam penyelesaian
perselisihan tentang pelaksanaan isi suatu perjanjian, harus sudah menyadari
untung rugi proses litigasi.
Dalam proses litigasi, berlaku prinsip “perang” habis-habisan
sehingga pihak-pihak yang bersengketa menjadi tegang dan siap yang menang atau
kalah terkadang tidak menyelesaikan secara tuntas inti perkara, tetapi
menimbulkan ketegangan yang mengarah kepada permusuhan. Adapun yang disebut
sebagai keuntungan penyelesaian perselisihan lewat litigasi sebagai berikut.
1.
Litigasi
sangat baik untuk menemukan berbagai kesalahan dan maslaah dalam posisi pihak
lawan.
2.
Litigasi
memberi standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada
para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan.
3.
Litigasi
membawa nilai-nilai masyarakat untuk menyelesaikan sengketa pribadi
4.
Litigasi
merupakan alternatif terbaik untuk mencari kepastian hukum lewat proses
pengadilan dan keputusan hakim. Dengan litigasi, keputusan tidak hanya
menyelesaikan sengketa, tetapi lebih dari itu, juga menjamin suatu bentuk
ketertiban umum sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
3.
Alternatif Penyelesaian sengketa
Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan jalan
tengah yang ditempuh para pihak yang bersengketa, secara sukarela melalui
prosedur yang disepakati oleh para pihak. Adapun alternatif jenis penyelesaian
sengketa atau beda pendapat di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara: Konsultasi,
Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dapat
diselesaikan oleh para pihak yang bersengketa, yang didasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian cara litigasi di Pengadilan Negeri. Proses
terlaksananya alternative sengketa ditempuh para pihak dengan sukarela dan
berlandaskan itikad baik dengan batasan waktu yang relatif singkat. biasanya,
dilakukan lewat pertemuan langsung para pihak yang bersengketa dalam waktu
paling lama 14 hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Jika upaya penyelesaian sengketa lewat alternatif tidak tercapai dan
tidak dapat diselesaikan, atas kesepakatan para pihak, sengketa dapat
diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli, atau melalui seorang
mediator. Apabila semua upaya menemui jalan buntu maka para pihak dapat
menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian
sengketa dengan menunjuk seorang mediator baru. Diharapkan dalam jangka waktu 7
hari proses
mediasi telah dapat dimulai. Upaya penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui mediator tersebut harus mencapai suatu kesepakatan dalam
jangka waktu paling lama 30 hari dan dituangkan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. Rumusan kesepakatan tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak terkait adalah final yang mengikat para pihak
untuk melaksanakannya dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan Negeri
dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan kesepakatan tersebut.
Keputusan ini wajib dilaksanakan sampai selesai dalam waktu paling lama 30
hari, terhitung sejak pendaftaran di Pengadilan Negeri. Dalam
praktiknya, penyelesaian sengketa atau beda pendapat tentang isi kontrak
melalui mediasi banyak yang berhasil. Namun, ada kalanya, terutama praktik yang
dilakukan oleh orang-orang licik, kesepakatan itu masih tidak dipatuhi. Dalam
hal ini, para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaian sengketa tersebut melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc.
Penyelesaian sengketa dengan arbitrase baik melalui jalur formal atau jalur ad
hoc, pasti tidak selalu mudah dan memerlukan proses yang tidak sederhana.
Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa pemilihan lembaga arbitrase dalam
menyelesaikan sengketa merupakan alternatif yang cukup bijaksana karena
Penyelesaian cepat, Kerahasiaan terjaga, Biaya relative lebih rendah, dan
Ditangani oleh tenaga ahli. Selain keuntungan tersebut, keputusan arbitrase
mudah dilaksanakan dibandingkan dengan putusan pengadilan. Hal ini karena keputusan
arbitrase pada umumnya bersifat final dan tidak diajukan banding, kecuali atas
dasar hal-hal yang sangat khusus (lihat: UU No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase
alternatif penyelesaian sengketa).
E.KESIMPULAN
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kontrak :
1.Saksi,
Suatu kontrak dengan saksi yang lengkap dan memenuhi persyaratan
hukum, menjadi landasan hukum dalam pembuktian kontrak itu.
2. Materai
Penetapan materai merupakan sebagai cara pelunasan terhadap
pengenaan pajak atas dokumen.
3. Surat Kontrak / surat-surat lainnya sebagai alat bukti dimuka
pengadilan.
4. Akta-akta Notaris dan Salinannya.
5. Tanda Tangan atau Cap Jempol
6. Paraf disetiap halaman kontrak, demi keamanannya kontrak yang
dilakukan oleh pihak-pihak berwenang termasuk para saksi.
7. Lampiran sebagai kelengkapan kontrak
8. Catatan tepi pada akta
TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK :
Tahapan Pra Penyusunan Kontrak
1.
Negosiasi
2.
Pembuatan
Nota Kesepakatan (MoU)
Tahapan Penyusunan Kontrak
a. Membuat Stuktur Anatomi Kontrak, meliputi :
- Judul&Pembukaan
Kontrak
- Komparisi/ Para Pihak
- Premisse dan/ atau
recital
- Isi Kontrak
- Penutupan
b. Saling Menukar Struktur Anatomi Kontrak
c. Lakukan revisi (jika perlu)
d. Lakukan Penyelesaian Akhir
e. Menandatangani Kontrak Oleh Masing-masing Pihak
Pada dasarnya, Anatomi Kontrak Meliputi;
1.
Bagian
Pendahuluan
2.
Bagian Isi
3.
Bagian
Penutup
Tahapan Pasca Penandatanganan Kontrak
1.
Pelaksanaan
dan Penafsiran Kontrak
2.
Penyelesaian
Sengketa dibidang Kontrak
1.
Musyawarah
para pihak kontrak
2.
Melalui
Pengadilan (Litigasi)
3.
Alternatif
Penyelesaian Sengketa dengan cara; Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi,
Penilaian ahli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar